Thursday 29 November 2007

To The So Called The Guilties Koesbers



Membeli kaset jadul karya Koes Bersaudara, tanpa judul, bergambar pesawat balon berwajah manusia dan foto keempat personil band, saya mencoba mengingat masa lalu dengan membuka buku berjudul Musisiku yang diterbitkan Republika dan Komunitas Pecinta Musik Indonesia pada November 2007. Harus diakui, melalui buku inilah saya memperoleh diskografi Koes Bersaudara yang relatif lengkap.

Kaset jadul tanpa judul itu produksi PT Dimita Moulding Industries Ltd, Djakarta. Isinya 24 lagu. Side 1: Mengapa Hari Telah Gelap; Untukmu; Bunga Rindu; Lagu Sendiri; Voor Man; Hari Ini; Three Litle Words; To The So Called the Guilties; Apa sadja; Di Dalam Bui; Bintang Mars; Poorclown.

Side 2: Untuk Ajah dan Ibu; Lontjeng Jang Ketjil; Rasa Hatiku; Djadikan Aku Dombamu; Aku Berdjandji; Bidadari; Balada Kamar 15; Bilakah Kamu Tetap Di SIni; The Land of Ever Green; The Old Man; Is Still Forgiveness; Mana Hatimu.

Dalam diskografi Musisiku, Koes Bersaudara pernah membuat single antara lain Dara Berpita, Untuk Ibu, Bintang Kecil, dan Di Pantai Bali (IRama 1964) dan lain-lain. Lalu ada album To The So Called the Guilties (Dimita, 1967) dan Jadikan Aku Dombamu (Dimita, 1967). Dua judul album ini tercantum dalam kaset produksi Dimita yang tanpa judul itu.

Artinya, dulu mungkin dua album itu direkam dalam format piringan hitam, yang belakangan baru direkam ulang dalam sebuah kaset -- dua album menjadi satu. Ah, bagaimana pun prosesnya, puji Tuhan saya memperoleh kaset jadul ini di Jakarta pekan lalu (November 2007). Album ini sejarah penting dalam perjalanan musik Indonesia khususnya Koes Bersaudara, karena direkam setelah Koes Bersaudara keluar dari penjara Orde Lama, hanya gara-gara bermusik rock n roll. Gile masa lalu. *

Thursday 22 November 2007

Piringanhitam Goes Transtv

Pengelola blog piringanhitam.blogspot.com Kelik M. Nugroho diundang ke acara talkshow berita Good Morning Transtv pada Kamis, 22 November 2007, jam 08.30. Pihak Good Morning ingin menampilkan profil kolektor piringan hitam dan kaset jadul. Kepada reporternya mbak Putri, saya mencoba bertanya, mengapa mereka memilih saya, padahal banyak kolektor lain yang memiliki koleksi yang lebih banyak. Mbak Putri menjawab bahwa dia menemukan nama saya dari blog ini, dan satu-satunya blog kolektor yang memasang telepon hp yang bisa dihubungi hanyalah saya.

Atas undangan itu dan atas kepercayaan produser Good Morning Transtv, saya mengucapkan terima kasih. Saya merasakan ada aura dan semangat positif dari tim Good Morning ini. Bagi saya, undangan itu merupakan bentuk dari apresiasi mereka kepada upaya penghargaan atas karya-karya kreatif -- yang dulu dilupakan -- yang kini dirawat sebagian para kolektor.

Kepada mbak Rieke Diah Pitaloka dan mas Ferdi Hasan, presenter yang rileks dan hangat, saya juga merasakan aura penghargaan yang sama atas karya-karya seniman lama yang terekam dalam kaset jadul dan piringan hitam. Secara spontan, mas Ferdi menyetel satu lagu dari kaset P. Ramlee dan album Dasa Tembang Tercantik Prambors pertama pada 1977 yang antara lain berisi lagu Lilin-lilin Kecil. Mendengar musik itu untuk pengantar dan ilustrasi acara -- yang dilakukan sendiri mas Ferdi Hasan, merupakan kejadian yang tak kan
terlupakan.

Selamat dan terima kasih kepada tim Good Morning. Maju terus.

Kelik M. Nugroho
Pengelola blog:
piringanhitam.blogspot.com
pabrikbunyi.wordpress.com
arahguru.wordpress.com

Piringanhitam Goes Trns

Tuesday 20 November 2007

Eksotisme Koes Bersaudara



Saya pernah membeli beberapa kaset terbitan baru karya lama Koes Plus (campur dengan Koes Bersaudara). Salah satunya album Koesplus Vol. 2 edisi Private Collection yang diproduksi Harika Record tahun 2000-an. Lagu-lagunya antara lain Kisah Sedih di Hari Minggu; Kolam Susu; Telaga Sunyi; Dara Manisku dan lain-lain. setelah mendengar isi materi album itu, telinga saya terasa terganggu, karena materinya -- walaupun tetap dinyanyikan personel Koesplus -- tapi tidak sama persis dengan yang saya dengar dari kaset puluhan tahun lalu yang pernah saya miliki.

Album-album repackaging ini memang berbeda dengan album aslinya. Sayang bahwa perusahaan rekaman di Indonesia umumnya belum peduli pada pentingnya informasi tentang sumber karya dari produk baru yang dijual. Dalam kemasan, mestinya disebutkan bahwa lagu-lagu dalam kaset ini direkam baru pada tahun sekian oleh sebagian personel grup, dan seterusnya.

Ketika saya mencoba membandingkan materi album Harika itu dengan album aslinya Koes Bersaudara produksi Media Record pada tahun 60-an, memang perbedaan itu kentara sekali. Ambil contoh saja lagu dara Manisku. Dalam versi aslinya, instrumen yang dipakai -- kalau tidak salah -- campuran antara akustik dan elektrik. Rythm dan melodinya dulu memakai elektrik. Tapi bassnya akustik. Lalu warna vokalnya pada album lama tak menunjukkan warna individu, ini berbeda dengan versi Harika yang lebih dekat ke warna vokal Yon Koeswoyo. Juga instrumennya itu lo umumnya elektrik, bahkan digital. Semoga industri rekaman kita ke depan bisa menghargai soal informasi karya semacam ini. *

Koleksi:
1. Koes Bersaudara, album Angin Laut, produksi Media Record, tanpa tahun (diperkirakan 60-an). Isi album: Dara Manisku; Jangan Bersedih; Dewi Rindu; Bis Sekolah; Pagi yang Indah; Si Kancil; O Kau Tahu; telaga Sunyi; Angin Laut; Senja; Doa Ibu; Bintang Kecil; Di Pantai Bali; Telaga Sunyi; Kuduslah Cintaku.

2. Koesplus, album Private Collection Vol. 2, produksi Harika dan Harpa Record (2000-an). Isi album: Kisah Sedih di Hari Minggu; Kolam Susu; Telaga Sunyi; Dara Manisku; Muda-mudi; Kapan-kapan.

Monday 19 November 2007

Gombloh dan Djatu Parmawati


Almarhum Gombloh dari Lemon Trees ternyata menciptakan lagu untuk penyanyi lain. Dia Djatu Parmawati, yang beruntung memperoleh materi lagu berjudul Tangis Kerinduan yang juga menjadi judul album. Kaset ini produksi Granada Record pada 1988. Lagu Tangis Kerinduan adalah lagu pop ringan ala "Di Radio". Vokal Djatu yang lembut tampaknya tidak mampu memberikan "power" pada lagu ini, apalagi aransemen musiknya cenderung ringan, standar banget. Kalau dinyanyikan ala Lemon Trees, kemungkinan ceritanya bakal lain.

Koleksi:
1. Kaset: Djatu Parmawati, album Tangis Kerinduan, produksi Granada, 1988.

Gamelan di Tangan Mark Nauseef

Pada pertengahan November 2007, saya beruntung memperoleh dua album karya Mark Nauseef berjudul Wun Wun dan Dark yang diedarkan di Indonesia oleh Golden Lion Record. Nauseef adalah drummer dan perkusionis asal New York yang pernah bergabung dengan grup rock Ian Gillan Band (bekas anggota Deep Purple). Dalam dua album itu, Nauseef telah memasuki fase bermusik world music ala Peter Gabriel tahun 1980-an.

Dalam album Wun Wun, ada lagu berjudul Indonesia. Karena ingin mengetahui penafsiran musikal Nauseef tentang Indonesia, saya menyimaknya. Komposisi berdurasi 10 menit ini terdiri dari dua bagian utama. Pertama, sitar Jepang yang dipetik distortif, berulang-ulang, ditingkahi dengan gebukan drum bebas, lalu lamat-lamat terdengar vocal tembang Jawa yang dilantunkan laki-laki seperti dalam adegan wayang kulit: "Romo..., romo... dst." Kadang ada tone piano yang masuk. Lalu bagian kedua, percakapan sitar Jepang dengan raungan gitar elektrik yang meneriakkan melodi rock, ditingkahi drum dan kadang ada bunyi bonang.

Dalam album Dark, ada lagu berjudul Heavy Metal -- yang mengasosiasikan musik cadas, tapi ternyata bernuansa Jawa sekali. Seorang wanita menembangkan uro-uro (istilah musik Jawa) yang diiringi gamelan. Melodi Jawa itu kemudian dilapisi bunyi synthesizer seperti pedal yang anteb begitu. Di bagian reffrain, irama berpindah yang diisi dengan gebukan drum, cabikan bass fretless, dan vokal sinden lamat-lamat. Di bagian ujung, terdengar irama jazz, dan ditutup dengan musik eksperimental.

Bila suatu saat Indonesia mulai bisa mengapresiasi peran musisi internasional dalam berkesperimen musik dengan gamelan Jawa, Bali, Sunda dan lain-lain, menurut saya nama Nauseef harus masuk dalam jajaran itu. Nauseef layak masuk di jajaran komposer dunia yang mencoba bereksperimen musik dengan gamelan sebagai bagian dari eksplorasi musik, seperti yang dirintis oleh Colin McPhee, komponis asal Kanada.*

Friday 16 November 2007

Penari Jalang Duo Kribo



Menyimak lagu Penari Jalang dari Duo Kribo telinga saya terasa gatel. Isi liriknya mereportasekan penari jalang di tempat hiburan malam. Dalam benak saya, pesan apa yang ingin disampaikan Ian Antono dan Ahmad Albar sebagai pencipta lagu waktu itu? O, mungkin saja mereka sekadar ingin mereportasekan tingkah penari jalang -- yang kebetulan cocok dengan gaya hidup kedua penyanyi musik keras tersebut pada waktu itu. Mungkin saja. *

Koleksi:
1. Kaset: Duo Kribo, album Volume II, produksi Rolex tanpa tahun. Isi album; Side A: Pelacur tua; Hidup Sederhana; Penari jalang; Pacaran; Menunggu; Tertipu lagi; Rumah hantu; Fajar menikam; Hujan. Side B: Tujuh lagu karya Donny G and the Road.

Keroncong Melayu Rhoma


Rhoma Irama pernah membuat eksperimen musik yang sebetulnya unik, yaitu mencampurkan antara musik Melayu (belakangan disebut dangdut) dan keroncong. Lagu itu berjudul Keroncong Melayu yang terdapat pada album berjudul "Gelandangan". Vokal Melayu Oma yang tak bisa diubah menjadi keroncong dalam lagu itu berusaha meniru cengkok keroncong. Oma kan orang Sunda, sementara keroncong cenderung dekat ke budaya Jawa tengah dan timur. Mengapa eksperimen ini tak dikembangkan Oma pada fase berikutnya? Alih-alih membesarkan keroncong, dia malah membesarkan musik rock yang dikawinkan dengan dangdut. *

Koleksi:
1. Kaset: O.M. Soneta (Oma Irama dan Elvy Sukaesih), album (volume 2) Penasaran dan Kelana 3, tanpa nama perusahaan rekaman dan tanpa tahun. Isi album; Side A: Penasaran; Kejam; Kelana 3; Asam garam; Engkau; Kubawa; Gembala; Rujuk; Teman; Satu Antara Dua. Side B: Gelandangan; Keroncong Melayu; Hidung belang; Cinta abadi; Sakit hati; Malang; Jakarta; Wahai kaumku; Mari-mari; Camelia.

Begadang Rhoma Beneran?


Seorang kolektor kaset jadul dangdut pernah bilang kepada saya di Taman Puring Jakarta pada November 2007 bahwa karya Rhoma Irama yang lama direkam oleh Yukawi Records. Tapi di pasar saya membeli album Begadang dari O.M. Soneta (Oma Irama - Elvy Sukaesih) produksi Iraco. Apa mungkin penyanyi pada masa itu bisa merekam karya mereka di lebih dari satu perusahaan rekaman? *

Koleksi:
1. Kaset: Oma Irama, album Begadang, produksi Iraco (tanpa tahun). Isi album: Begadang; Sengaja; Sampai Pagi; Tung Keripit; Cinta Pertama; Kampungan; Yale le; Tak Tega; Sedingin Salju; Sya la la. Pada Side B: lagu-lagu O.M. Sagita karya Megi Z dan Anna B.

Tuesday 13 November 2007

Pantai Pattaya Dara Puspita


Dara Puspita bisa dibilang grup rock yang beranggotakan musisi wanita pertama di Indonesia. Salah satu lagu yang menjadi hit pada masanya adalah lagu Pantai Pattaya. Lagu ini berirama rock cenderung ngepop. Band ini tampak mencoba mengadop musik rock and roll yang sedang populer pada zamannya, walau pun dengan skill bermusik standar. Cuma kelebihan band ini, karena mereka mampu menghasilkan lagu yang cacthy di telinga.

Walau pun hanya memperoleh satu lagu Dara Puspita di antara deretan lagu jaman dulu yang terkoleksi dalam Album Kenangan Lama Vol. 2 Ida Royani, saya merasa cukup beruntung memperoleh kaset lama ini. Anehnya, lagu Ida Royani sendiri malah nggak ada di sini. Aya-aya wae orang jaman dulu. *

Koleksi:
1. Album Kenangan Lama Vol. 2 Ida Royani. Isi album antara lain: Kasih Pertama (Ernie Djohan), Berikan Daku Jawaban (T. Subardjo), Janjimu (idem), Lagu Untukmu (Alfian), dan seluruh Side B berisi lagu-lagu Ernie Djohan).

Dari Filipina untuk Dunia

Musik pop dari Filipina harus diakui lebih dulu mendunia daripada musik pop Indonesia. Nama-nama penyanyi seperti Freddy Aguilar, Jose Mari Chan, Lea Salonga, dan band Side A telah dikenal dunia. Beberapa lagu mereka nyaris menjadi lagu abadi yang didengar orang sepanjang masa. Contohnya, About Father dari Freddy Aguilar. Lagu ini bisa dijajarkan dengan lagu-lagu folksong lain seperti Morning has broken dari Cat Steven, Dust in The Wind dari Kansas, Rain dari Jose Feliciano.

Faktor apa yang membuat musisi Filipina bisa memiliki karya musik yang bisa mendunia? Ada beberapa kemungkinan. Salah satunya karena faktor kedekatan budaya Filipina modern dengan Amerika Serikat. Maklum, Amerika pernah memiliki pangkalan militer di Filipina pada era Marcos yang memungkinkan orang Filipina menjadi "gaul" dengan selera musik Amerika. Karena faktor sejarah itu, banyak orang Filipina yang merasa teramerikanisasi. *

Koleksi:
1. The Best of Country and Folk, produksi Aquarius, 1980.
2. Side A, album For Ever, produksi Warner Filipina, 1990-an
3. Side A, album Until Then, produksi Warner Filipina, 1990-an

Sunday 11 November 2007

D'lloyd Pop Melayu Vol 1


Pada era 1970-an, sejumlah grup musik pop Indonesia menerbitkan album pop melayu. Grup -grup seperti Koes Plus, Bimbo, Mercy's, D'lloyd, dan Favourite's adalah kelompok band yang sudah eksis di jalur musik pop, namun toh mereka berkarya juga di jalur non pop. Ini ciri yang unik dari grup band pada era itu, kecenderungan yang tak dilakukan oleh grup-grup band -- paling tidak era 2000-an seperti Padi, Jikustik, Sheila, dan lain-lain. Grup Matta yang menghasilkan hit Kamu Ketahuan malah terkesan "berseteru" dengan penyanyi lain yang menyanyikan lagu yang sama dengan irama dangdut.

Pada era musik "ogah dangdut" sekarang, kemunculan lagu Nakal dari grup band Gigi yang bernuansa dangdut menjadi nilai lebih tersendiri bagi grup Dewa Bujana dan Armand Maulana itu. Apalagi dangdut garapan Gigi tidak seperti dangdut klasik ala Rhoma, atau dangdut progresif ala Evie Tamala. Lagu Nakal lebih dekat ke eskperimen dangdutnya Erwin Gutawa dalam lagu Mari Berjoged (Koes Plus). Apakah bila grup band pop sekarang menyanyikan lagu Melayu ala D'lloyd bakalan tak laku? *

Koleksi:
1. Kaset: D'lloyd, album Pop Melayu Vol 1, produksi Disco Records, Jakarta, 1980. Daftar lagu: Ampunkan Segala Dosa; Pilu; Bunga Nirwana, Bulan Purnawa, Semalam di Malaya, Mariana, Keagungan Tuhan, Mari Berjoged, Cinta Hampa; Sayang-sayang; Malam Penuh Kenangan, Cinta, Harta Karun; Karena Nenek; Diriku Jadi Korban; Jangan Mengharap.

2. Kaset: Pop Melayu Pilihan, produksi Remaco, isi album: Musyafir (Panbers), Kisah Burng Kenari (Madesa), Curi Pandang (Trio the King), Kegagalan Cinta (Grace Simon), Bingung (Eddy S), Burung dalam sangkar (Madesa), Hitem Manis (A Riyanto), Bunga Mawar (Mecys), Dangdut (Oma, maksudnya Terajana), Begadang (Favourites Group), Pegang 2 Tali (Muchsin), Keagungan Tuhan (Titik S).

Koes Bersaudara Perdana


Tony Koeswoyo dan Koes Plus lebih bertangan dingin dibandingkan Nomo Koeswoyo. Buktinya, Koes Plus yang tanpa Nomo Koeswoyo lebih meraup sukses dibandingkan Nomo Koeswoyo yang sekeluar dari Koes Bersaudara "Kedua" mendirikan grup No Koes.

Grup musik sekeluarga ini pada awalnya mendirikan grup dengan nama Koes Bersaudara pada 1960-an. Lagu-lagunya yang berkiblat pada Beatles membuat rezim Orde Lama melarangnya, karena alasan politik kebudayaan. Pada album kesekian Koes Plus, Nomo keluar dari grup. Beberapa waktu kemudian Nomo masuk lagi dan mengeluarkan album "Seri Perdana Koes Bersaudara". Album ini berisi hits antara lain: Kembali, Haru dan Bahagia, Cepat, Malam Resah, Ayah, dan Sita Satu Satu.

Saya mempunyai album "Seri Perdana Koes Bersaudara " yang saya beli di Taman Puring Jakarta pada 2007. Album produksi Remaco tak bertahun terbit. Di sisi B, terdapat lagu-lagu hits dari grup lain : Kuburan Tua (Bimbo), Liku-Liku Laki-laki (masih Koes Plus), dan Oom Boyke (Bimbo). Pelajaran apa yang bisa dipetik dari perjalanan Nomo vis a vis Koes Plus ini? *

Koleksi:
1. Kaset: Koes Bersaudara, album Seri Perdana, produksi Remaco
2. Kaset: Koes Bersaudara, album Angin Laut, produksi Remaco
3. PH: Kus Bersaudara, album tanpa nama (lagu dara Manisku dll), produksi Irama

Friday 9 November 2007

Adakah Ongen


Sebuah majalah berita dalam kaitan kasus Polycarpus-Munir pernah menyebut bahwa Ongen Latuihamallo adalah penyanyi daerah, atau paling tidak penyanyi lagu-lagu religius. Pada September 2007, saya membeli album berjudul Bersatu dalam Damai oleh penyanyi Utha Likumahuwa, produksi Jackson Record, 1981.

Salah satu lagu dalam album tersebut yang berjudul Adakah ditulis oleh Ongen Latuihamallo. Lagu tersebut niscaya dikenal kalangan penggemar lagu Utha, karena catchy, jazzzy renyah, dan mewakili musik pada zamannya. Lagu itu diletakkan di urutan kedua setelah lagu Dengarlah Suara Kami. Sementara lagu di urutan ketiga berjudul Esok Kan Masih Ada karya Dodo Zakaria. Lagu Dodo ini ngehits dan salah satu lagu yang identik dengan nama Utha, karena vocalnya pas dengan jenis lagunya.

Mendengar kualitas lagu Ongen, dan konstelasi pencipta lagu dalam album ini (Dodo Zakaria, Rully Johan, Sam Bobo dan lain-lain), menurut saya Ongen termasuk pencipta lagu papan atas pada zamannya. *

Sapiku Titik Puspa


Penyanyi dan pencipta lagu legendaris Titik Puspa merayakan ulangtahunnya yang ke-70 dengan berbagai acara yang bermakna pada 1 November 2007. Majalah Tempo menurunkan tulisan sepanjang tiga halaman -- hal yang cukup istimewa. Dari sana saya mengintip kunci karya Titik Puspa, antara lain Gang Kelinci (alhamdulilah saya punya kaset Lilis Surjani), dan Bing (kayaknya saya juga punya).

Saya pernah membeli beberapa kaset Bunda Titik dari pasar barang bekas di Jogja dari Januari 2007 hingga November 2007. Salah satu kaset yang berisi album penuh adalah Sapiku. Lagu-lagu yang ngehits antara lain Gadis, Dansa yuk Dansa, dan Adinda (yang lebih populer dinyanyikan Bimbo). Sebuah piringan hitam berjudul Si Hitam saya miliki sejak 2002 -- yang dibeli di pasar jalan Surabaya Jakarta. Karya-karya Bunda Titik layak dirawat dan dikoleksi. Karya-karyanya sederhana, cacthy dan melodius. *

Piringan Dian Pramana



Pada September 2007, saya memperoleh dua piringan hitam album karya penyanyi Dian Pramana Putra berlabel Indonesian Jazz Vocal, dan label yang sama dengan tambahan keterangan (Volume 2). Keduanya produksi JK Records. Piringan itu saya beli dan saya peroleh di kios kaset jadul di pasar Taman Puring Jakarta selatan.

Saya terkejut ketika melihat dua piringan itu, sebab dua album itu lebih dikenal dalam format kaset. Saya dulu pernah membeli kaset album perdana Dian pada tahun 1980-an, tapi kemudian hilang. Pada 1990-an saya kembali memperoleh kaset itu di pasar kaset jadul di jalan Dewi Sartika Bandung. Awal November lalu saya membeli album kedua Dian di pasar barang bekas di jalan Mangkubumi Jogja, setelah mengetahui melalui temuan piringan hitam itu bahwa Indonesian Jazz Vocal karya Dian terdiri dari dua album. Jenis musik keduanya memang sewarna, yang berbeda dengan Dian versi pop progresif yang melambungkan namanya kemudian. *

Koleksi: Piringan hitam dan kaset Dian Pramana Putra Indonesian Jazz Vocal album perdana dan kedua (Intermezzo).